Sinopsis Acara Kapanca Tradisi Pesta Perkawinan Rakyat Bima

10/14/2012
Bima yang juga dikenal dengan Dana Mbojo dirintis oleh Sultan keturunan kerajaan Gowa, Sultan Abdul Kahir I sejak 1625 M. Namun Sultan Abdul Kahir I dinobatkan sebagai Raja Bima pertama pada 5 Juli 1640 Masehi.

Walaupun Bima sudah dimasuki kehidupan modern saat ini namun tidak melupakan begitu saja tradisi dan budaya warisan leluhurnya. Hal ini terbukti hingga saat ini Bupati Bima, Ferry Zulkarnain yang masih memiliki darah kesultanan Bima tetap menjaga dan melestarikan adat yang sudah berjalan beratus-ratus lamanya.

Pesta pernikahan-Kapanca Mbojo Bima
Pesta pernikahan Mbojo-Bima
(Foto: Ronamasa/Ahyar)
Salah satu tradisi warisan yang melekat dan dibudayakan hingga saat ini adalah pesta kapanca. Bentuk nyata keseriusan melestarikan budaya tempo dulu, pemerintah Kabupaten Bima mewajibkan warga masyarakat yang melangsungkan acara pernikahan anaknya mengadakan acara pesta kampanca.

Acara pesta Kampanca merupakan tradisi upacara perkawinan pada malam hari dilaksanakan di rumah pengantin perempuan. Pengantin perempuan sebelum dibawa ke paruga tempat berlangsungnya acara didandan secantik mungkin oleh inang pengasuh (penata rias). Pengantin wanita dibawa ke tempat acara duduk diatas kursi yang dijunjung oleh dua orang pria dan diiringi lantunan dzikir syair lagu bahasa arab khas rebana.

Sebelum acara lumuran daun pacar pada kaki dan telapak pada pengantin wanita diawali acara sangongo atau mandi uap dengan bunga-bunga, acara boho oi mbaru atau siraman. Boho Oi mbaru dilakukan Inang Pengasuh Pengantin sebelum pengantin wanita di rias dan dibawah singgasana Ratu semalam.

Sebaiknya acara ini diikuti oleh Ibu-ibu dan remaja lainnya agar mengikuti jejak calon pengantin wanita yang sedang mempersiapkan diri menjadi seorang Ratu yang akan mengakhiri masa lajangnya. Sehingga mereka dapat mengambil hikmahnya dalam mengakhiri masa lajangnya kelak.

Dalam hal ini tergambar adanya rangkaian bunga-bunga telur yang pada saatnya nanti akan duperuntukan pada Ibu-ibu undangan yang masih memiliki anak gadisnya, yaitu telurnya untuk dikonsumsi anak gadisnya sedangkan rangkaian bunga dijadikan hiasan pada kamar anak gadisnya.

Itulah sebabnya upacara kapanca ini merupakan dambaan para ibu dalam masyarakat Bima, di mana mereka mengharapkan puteri-puteri mereka segera melewati upacara yang sama yang menandai hari bahagia mereka seperti malam ini, maksud dan tujuan pengantin wanita dilumuti dengan daun pacar pada kuku kaki, tangan dan telapak tangan pengantin wanita tadi menandakan diri mereka yang tadinya bermanja-manja dengan memanjakan kukunya dan bermalas-malasan, sehingga mulai detik ini tangan dan kaki yang mulus ini dikotori dengan daun pacar ini memberitahukan kepada kita semua anak kita ini/adik kita ini mulai berkerja keras dan rajin demi mencapai rumah tangga yang bahagia dan sejahtera mawadah warahmah dunia akhirat.

Artikel lainnya:

Sejarah Pemerintahan Kabupaten Bima Sejak Periode Orde Baru
Ferry Zulkarnain Bupati Bima Pertama Pilihan Rakyat Bima
Turnamen Sepakbola Mini Wanita Digelar di Tonggorisa Palibelo Bima
Inilah Wali Kota Termuda di Dunia
Heidi Klum Nama Selebritis Paling Berbahaya di Dunia Maya
Ronamasa