Inilah Bukti Serangan Udara Kedua Pasangan Pemilu Presiden Tahun 2014

6/06/2014
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menemukan adanya pemberitaan yang tidak berimbang di televisi yang berafiliasi dengan dua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, yakni Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Televisi tersebut disebut lebih banyak memberitakan tentang pasangan capres-cawapres, bukan program yang diusung.

Capres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla acara Deklarasi Pemilu Intergritas dan Damai 2014
Pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla pada acara Deklarasi Pemilu Intergritas dan Damai di Gedung Bidakara Pancoran Jakarta Selatan, Selasa (3/6/2014). (Foto: Tribun/Dany Permana)

“Pengelola televisi dinilai tidak mengedepankan aspek pemberitaan yang berimbang, baik dari sisi durasi pemberitaan maupun frekuensi segmen pemberitaannya,” kata Komisioner KPI Bekti Nugroho di Semarang.

Berdasarkan catatan KPI, untuk pasangan Prabowo-Hatta banyak diwartawakan oleh TV One, yakni sebanyak 36.561 detik, MNC TV sebanyak 5.116 detik, ANTV sebanyak 3.223 detik, RCTI sebanyak 4.714 detik, dan Global TV sebanyak 2.690 detik.

Sementara pasangan Jokowi-JK lebih banyak disiarkan oleh Metro TV sebanyak 37.577 detik, SCTV sebanyak 6.089 detik dan Indosiar sebanyak 3.354 detik.

Data lain, pemberitaan Jokowi-JK di Metro TV terdapat 187 item. Diantaranya, 184 item positif dan 3 item lainnya negatif. Sementara pemberitaan Prabowo-Hatta di Metro TV berisi 90 item dimana sebanyak 86 item diantaranya positif dan 4 item negatif.

“Sementara pemberitaan di TV One, pemberitaan Jokowi-JK ada 79 item, dimana 73 item positif dan 6 item negatif. Sedangkan, Prabowo-Hatta ada 157 item, diantaranya 153 item positif dan 4 item netral,” papar Bekti.

Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengkritisi pemberitaan media massa saat ini terkait pemilu yang disebutnya tidak berimbang dan tendensius. Bahkan Presiden secara eksplisit menyebut dua stasiun televisi nasional, Metro TV dan TV One, sebagai contoh ketidakberimbangan itu, demikian rilis Kompas Rabu, 4/6/2014
Ronamasa